mitrainformasi.com -
Pada gelaran Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI yang berlangsung pada 24-30 Oktober 2022 di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, turut diresmikan Monumen Saresehan KMAN VI.
Bupati Jayapura sekaligus Ketua Umum Panitia KMAN VI, Mathius Awoitauw, menegaskan monumen yang terletak di Kampung Adat Yakonde tersebut menjadi sejarah bagi Masyarakat Adat Nusantara.
“Monumen ini akan menjadi sejarah bahwa persaudaraan dan kekeluargaan abadi bagi Masyarakat Adat di seluruh Nusantara,” tutur Mathius, Kamis (27/10/2022).
Dalam dua hari sarasehan sebagai rangkaian KMAN VI, para delegasi kongres dari berbagai daerah membaur dengan masyarakat adat di kampung-kampung Kabupaten Jayapura. Dari bauran tersebut terjalin persaudaraan, kekeluargaan, toleransi, dan persatuan dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Mungkin di komunitas lain di masyarakat lain di luar sana sedang berbicara tentang perbedaan-perbedaan. Bicara mengenai siapa aku, siapa kamu, dan seterusnya. Tetapi (untuk) Masyarakat Adat dari seluruh nusantara mereka menyatu bahwa mereka adalah saudara. Persatuan dan kesatuan ini, persaudaraan ini akan abadi,” kata Mathius.
Pemilihan lokasi monumen pun diungkap Mathius dilakukan oleh masyarakat Kampung Adat Yakonde, bukan panitia KMAN VI. “Mereka merasa bahwa kongres ini sangat berarti dalam menjalin toleransi dan persaudaraan,” katanya.
Monumen Persaudaraan dari Tanah Papua
Saat terpisah, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabong), Raya, Z. A Jemmy Lantong mengaku KMAN VI menjadi acara yang paling didambakan untuk dihadiri oleh seluruh masyarakat adat.
Dia bahkan merasa terharu ketika terpilih menjadi salah satu peserta sarasehan yang namanya akan diabadikan di monumen Saresehan KMAN VI di Kampung Yakonde, Distrik Waibu.
“Saya merasa terharu bersyukur karena dari ribuan peserta kongres, nama kami bisa dibilang terpilih yang muncul,” ujarnya.
Kesempatan untuk menghadiri KMAN VI sekaligus namanya ikut diabadikan di monumen diakuinya bersejarah karena tidak akan terulang kembali dalam puluhan tahun berikutnya. Apalagi, katanya, monumen tersebut melambangkan persudaraan seluruh masyarakat adat di Nusantara.
Monumen itu membuktikan bahwa masyarakat adat Papua telah menganggap semua peserta sebagai saudara sendiri dan akan menjadi kebanggaan yang bisa diceritakan secara turun temurun.
“Itu yang merupakan kebanggaan kami nanti. Mungkin anak-anak kami, cucu-cucu kami, ketika datang ke Papua pasti kami bilang jangan lupa datang ke Kampung Yakonde, monumen itu bukti persaudaraan kita masyarakat adat nusantara,” tutur Jemmy.
Selain seluruh masyarakat adat di Indonesia, peresmian monumen ini juga dihadiri perwakilan dari beberapa masyarakat adat negara lain. Dengan demikian monumen ini akan menjadi bukti sejarah toleransi dan persudaraan masyarakat adat Nusantara yang akan dikenal luas oleh internasional.
“Sekali lagi kami merasa bangga dan bersyukur bisa bersama Ketua Umum Panitia Kongres (yang juga menjabat,red) Bupati Jayapura bersama-sama meresmikan monumen yang bersejarah,” tutur dia.