mitrainformasi.com -
Jakarta, Kemendikbudristek – Tata rias pengantin
merupakan industri yang sangat besar dan menarik. Tak heran, semakin
banyak kaum muda yang tertarik berkecimpung dalam industri tersebut.
Namun sayangnya, banyak make up artist (MUA) atau penata rias pengantin
muda yang mulai berpraktik tanpa menghiraukan aturan baku budaya
daerahnya.
Oleh karena itulah, Asosiasi Ahli Rias Pengantin
Modifikasi dan Modern Indonesia (Katalia) dan Himpunan Ahli Rias
Pengantin Indonesia (HARPI) Melati menggandeng Himpunan Pimpinan
Pendidik Pelatihan dan Kewirausahaan Indonesia (HP3KI) menyajikan
gelaran “Temu Karya Tata Rias Pengantin 2022: Melestarikan Warisan
Leluhur Budaya melalui Tata Rias Pengantin” di Jakarta (13/12).
Kegiatan
ini juga bermaksud untuk menggali beragam aspirasi penata rias
pengantin muda serta menyosialisasikan tatanan baku warisan budaya
bangsa tentang standar tata rias pengantin tradisional maupun
modifikasi.
Ketua Panitia Musyarafah Mahfud, menyebutkan bahwa
acara ini perlu diadakan guna mengingatkan kembali bagaimana tata rias
dibudayakan sesuai dengan warisan leluhur maupun dimodifikasi sesuai
dengan standar. “Kami berharap peserta dapat mengambil manfaat dari
acara ini untuk tata rias ke depan,” ujarnya.
Saat menyampaikan
arahan, Direktur Kursus dan Pelatihan (Dirsuslat), Direktorat Jenderal
Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Kementerian, Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wartanto, mengatakan bahwa
kementerian memberikan apresiasi luar biasa kepada para peserta yang
akan merumuskan tata rias pengantin ke depannya.
“Tugas kami
adalah memfasilitasi keinginan masyarakat yang ingin mengembangkan diri
di bidang tata rias pengantin,” ujar Wartanto.
Wartanto
menambahkan, tercatat 180 jenis tata rias pengantin yang sudah dibakukan
dan masih banyak lagi yang belum digali. Semuanya merupakan karya
gemilang nenek moyang yang harus dilestarikan. Modifikasi dan inovasi
juga dibutuhkan sesuai dengan kondisi kekinian.
“Apa pun modifikasinya, itu tidak akan mengurangi ciri dan kekhasan yang dimiliki masing-masing daerah,” tuturnya.
Tata
rias pengantin dapat dipertahankan, meski dibutuhkan langkah-langkah
bagaimana cara melestarikannya. Salah satu contohnya adalah dalam
pernikahan. “Melalui acara mungkin yang dilaksanakan seumur hidup sekali
tersebut, kita dapat memakai pakaian dan rias pengantin sesuai dengan
pilihan dan kebanggan kita yang merupakan warisan nenek moyang yang
telah diakui dunia,” ungkap Wartanto.
Tak ketinggalan, Wartanto
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat, yang
mencakup budayawan, kementerian/lembaga, akademisi, maupun organisasi
profesi yang merumuskan kemajuan tata rias Indonesia dan siap memberikan
dorongan terhadap hasil yang didapatkan pada gelaran ini.
Kegiatan
tersebut juga diisi diskusi dari berbagai narasumber, yakni Ketua Umum
Forum Silaturahmi Keraton Nusantara, Mapparessa Karaeng Turikale;
perwakilan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Siti Utami Haryanti; serta
Sri Mulyati yang mewakili Imam Besar Masjid Istiqlal.
“Tata rias pengantin dari berbagai daerah ini hadir untuk saling mendukung kelestarian budaya,” ujar Mapparessa.
Mapparessa
pun mengingatkan kembali pakem yang harus dimiliki para penata rias
untuk menata hati agar yang dilayani menjadi puas. “Tata rias pengantin
adalah warisan leluhur. Merias harus dilakukan dengan senang,
persiapkanlah diri dengan baik,” ujarnya.
Sementara itu, Sri
Mulyati, menambahkan, tata rias tradisional maupun modifikasi yang
disesuaikan dengan kaidah agama dan sesuai dengan tradisi budaya turut
memberikan manfaat bagi para pengguna jasanya.
Siti Utami
Haryanti, selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan,
menyampaikan tema tata rias sebagai khazanah budaya, yang termasuk dalam
10 objek pemajuan kebudayaan. “Salah satu strateginya adalah membuat
ruang untuk memperkaya khazanah budaya, semisal diskusi dan acara ini.
Selain itu, juga melindungi dan melakukan pembinaan,” katanya.
Acara
Temu Karya Tata Rias Pengantin 2022 sendiri diikuti oleh 170 peserta
penata rias dari berbagai daerah di Indonesia. Selain diskusi yang
menghadirkan narasumber dari beberapa instansi terkait, acara tersebut
juga menampilkan peragaan busana pengantin tradisional maupun modifikasi
dari daerah Jawa, Kalimantan Timur, Lampung, Makassar, dan Bali.
Hingga
akhirnya, melalui kegiatan tersebut, diharapkan para penata rias
pengantin dan MUA pemula yang akan terjun ke bidang ini, dapat belajar
dan memahami keanekaragaman budaya bangsa, sehingga pada saat merias
dapat tahu persis pakem atau aturan-aturan baku tata rias pengantin di
suatu daerah. (Diksi/AP/NA/Editor: Denty A.)